Sabtu, 13 oktober 2012. Teriknya matahari yang menggeluti kami para Ksatria Airlangga sama sekali tak menyurutkan semangat kami dalam mengikuti upacara pelepasan peserta Study Excursie di halaman Gedung Rektorat Universitas Airlangga pagi itu. sejak awal, kata ‘Study Excursie’ ini masih cukup asing di telingaku, apalagi statusku yang masih menjadi mahasiswa baru di sini. Pertanyaan untuk apa dan bagaimana Study ini nanti berlangsung, berulang kali bersarang di benakku. namun, kuharap perjalanan selama tiga hari dua malam ini tak sia-sia. semoga.
seusai dilaksanakannya upacara pelepasan yang dipimpin oleh direktur kemahasiswaan UA, kami pun meluncur ke tempat tujuan study excursie, yakni kabupaten Lamongan. Berikut sedikit cerita dan pengalaman berharga dari perjalanan kami selama mengikuti Study Excursie di beberapa tempat di Kabupaten Lamongan. Check it out! :)
sebelumnya aku kasih tau dulu nih ya. Dalam study excursie ini dibagi menjadi 3 studium generale, yang pertama yaitu acara penyambutan dari Bupati Kab. Lamongan Bapak Fadeli dan Sekkab Yuhronur Efendi di Pendopo Kab. Lamongan, yang kedua yaitu kunjungan ke Desa Pancasila dan stadium generale yang terakhir adalah kunjungan ke Pondok Pesantren Sunan Drajat Paciran Lamongan. pada stadium generale yang pertama, yakni di pendopo kabupaten Lamongan. kami disambut hangat dari bapak bupati. Sambutan beliau salah satunya adalah memaparkan tentang berbagai potensi usaha dan kemajuan dari Kabupaten Lamongan. Wilayah yang memiliki luas wilayah sekitar 902,4 km yang terdiri dari 27 kecamatan ini baru saja menerima penghargaan sebagai Kabupaten Sehat dari Gubernur Soekarwo pada saat hari jadi Jatim ke-67. Lamongan meraih predikat untuk tatanan pemukiman dan sarana prasarana sehat, tatanan masyarakat sehat mandiri, tatanan lalu lintas, dan pelayanan transportasi sehat dan tatanan pariwisata sehat. Lamongan juga masuk nominasi penghargaan Swasti Saba dari Presiden RI.
mahasiswa asal Lamongan yang pernah menjadi mawapres. Tidak hanya itu, bapak bupati juga menjelaskan bahwa di sektor pertanian, kabupaten Lamongan juga termasuk penghasil beras terbesar di indonesia sehingga Lamongan merupakan salah satu “lumbung pangan” yang menghasilkan produk pertanian Indonesia.seusai dilaksanakannya upacara pelepasan yang dipimpin oleh direktur kemahasiswaan UA, kami pun meluncur ke tempat tujuan study excursie, yakni kabupaten Lamongan. Berikut sedikit cerita dan pengalaman berharga dari perjalanan kami selama mengikuti Study Excursie di beberapa tempat di Kabupaten Lamongan. Check it out! :)
sebelumnya aku kasih tau dulu nih ya. Dalam study excursie ini dibagi menjadi 3 studium generale, yang pertama yaitu acara penyambutan dari Bupati Kab. Lamongan Bapak Fadeli dan Sekkab Yuhronur Efendi di Pendopo Kab. Lamongan, yang kedua yaitu kunjungan ke Desa Pancasila dan stadium generale yang terakhir adalah kunjungan ke Pondok Pesantren Sunan Drajat Paciran Lamongan. pada stadium generale yang pertama, yakni di pendopo kabupaten Lamongan. kami disambut hangat dari bapak bupati. Sambutan beliau salah satunya adalah memaparkan tentang berbagai potensi usaha dan kemajuan dari Kabupaten Lamongan. Wilayah yang memiliki luas wilayah sekitar 902,4 km yang terdiri dari 27 kecamatan ini baru saja menerima penghargaan sebagai Kabupaten Sehat dari Gubernur Soekarwo pada saat hari jadi Jatim ke-67. Lamongan meraih predikat untuk tatanan pemukiman dan sarana prasarana sehat, tatanan masyarakat sehat mandiri, tatanan lalu lintas, dan pelayanan transportasi sehat dan tatanan pariwisata sehat. Lamongan juga masuk nominasi penghargaan Swasti Saba dari Presiden RI.
Penyerahan Cinderamata untuk Kepdes Balun, Lamongan
Selain penghargaan tersebut di atas, Kabupaten lamongan juga memilki kemajuan dan prestasi dalam bidang pendidikan yaitu dengan keberhasilannya meraih nilai ujian nasional terbaik Jawa Timur dan bahkan adaSegala potensi yang dimiliki Kabupaten Lamongan ini tentunya memerlukan proses yang cukup panjang dan disertai dengan kerja keras yang besar baik dari pihak pemerintah Kabupaten Lamongan maupun dari masyarakat di setiap sektor. Disini konsep kesolidaritasan antar pemerintah dan masyarakatnya sangat diperlukan. Adanya komunikasi antara pemerintah dan rakyatnya dalam membangun dan membenahi daerahnya menjadikan daerah ini memiliki potensi untuk tetap bersaing dengan kota-kota besar.
narsis di Pure Desa Balun, Lamongan. hehe
Konsep pokok selanjutnya adalah toleransi terhadap kebhinnekaan yang ditunjukkan oleh masyarakat Desa Balun Kecamatan Turi yang mana desa tersebut sering dijuluki sebagai desa “Pancasila”. Mengapa demikian? Dari namanya, tentu telah memberikan alasan bahwa desa ini benar-benar menjunjung nilai Pancasila terutama dalam hal toleransi antar umat beragama. Sejak masuknya Hindu dan GKJW ke Desa Balun pada tahun 1967, Islam sebagai agama asli tidak pernah mengalami permasalahan dalam masyarakatnya mengenai keagamaan. Meski jumlah penduduk muslim mendominasi yaitu sekitar 75% (3498 jiwa) dari jumlah total 4644 penduduk, agama Kristen 18 % (857 jiwa) sedangkan agama Hindu minoritas yaitu 7% (289 jiwa). Dalam masyarakat desa ini tidak pernah ada sedikitpun saling mencela agama yang satu dengan yang lain, padahal mereka hidup dalam satu lingkungan tanpa ada perbedaan atau pengelompokan wilayah antar agama tersebut. Dalam studium general yang kedua ini, kami mengadakan diskusi dan dialog lintas agama dengan para narasumber yakni bapak kepala desa Balun dan tokoh dari masing-masing agama di Desa Balun. Yaitu tokoh agama Islam, Kristen dan Hindu. Mereka menyampaikan bahwa masyarakatnya selalu dapat melaksanakan upacara keagamaan mereka dengan tenang dan lancar, tanpa ada gangguan dari masyarakat agama lain. Masing-masing dari mereka saling menjaga. Interaksi sosial yang terjadi antar agama ini begitu harmonis. Bapak Sudarjo, selaku kepala desa Balun selama 2 periode ini menuturkan bahwa Desa Balun menjadi desa percontohan karena bisa menjaga kerukunan warganya meskipun terdapat 3 agama yang berbeda. Desa Balun pun sukses mencapai visinya yaitu “Terwujudnya kesejahteraan masyarakat dengan semangat dan gotong royong”.
Kegotongroyongan mereka nampak pada salah satu kegiatan yaitu saling bahu-membahu ketika ada agama lain sedang ada hajatan. Tidak hanya itu, dalam hal beribadah mereka saling menghormati satu sama lain. Sikap toleransi ini nampak jelas karena dari ketiga agama ini memiki tempat peribadatan yang jaraknya amat dekat antara satu dengan lainnya. Masjid dengan pura hanya berjarak sekitar 5 meter sedangkan gereja GKJW dengan hanya dipisah oleh sebuah lapangan.
Salah satu tokoh agama Islam Desa Balun menyampaikan bahwa umat Islam di Desa Balun tidak mendiskriminasi pemeluk agama lain meskipun muslim mendominasi Desa tersebut. Contohnya saja saat Idul Adha dilaksanakan pada hari Minggu, tepat dengan hari beribadahnya umat Kristen, masyarakatnya bisa mengatur jadwal agar tidak ada yang terganggu. Umat Islam terlebih dahulu merayakan Idul Adha dari pukul 06.00 WIB hingga pukul 09.00 dan selanjutnya kesempatan bagi umat Kristen untuk melakukan peribadatan di gereja. Begitu pula dengan agama hindu bila hari Raya Nyepi jatuh di hari Jum’at di mana umat Islam melaksanakan sholat Jum’at berjamaah di masjid, khotib tidak menggunakan speaker saat berkhotbah agar tidak mengganggu umat Hindu yang merayakan Nyepi. Lampu-lampu yang berada di sekitar Pura pun dimatikan untuk menghargai penganut agama Hindu.
Penyerahan Cinderamata untuk Kepdes Balun, Lamongan
Seusai melakukan dialog dengan para tokoh agama di Desa Balun, perjalanan pun dilanjutkan ke studium general ketiga yaitu Pondok Pesantren “entrepreneur” Sunan Drajat di daerah Paciran. Di sini kami mendapat sambutan hangat dari para santri yang mengenyam pendidikan di pondok pesantren tersebut. Disebut sebagai Pondok Pesantren “entrepreneur” dikarenakan ponpes ini memiliki kemandirian perekonomian dengan cara membangun berbagai usaha, seperti usaha bisnis pupuk, pertambangan, air minum kemasan, peternakan kambing dan sapi, konveksi, jus mengkudu, garam, kemiri, stasiun televisi, dan radio. Pondok pesantren yang konon dirintis oleh salah satu tokoh Wali Songo yakni Raden Qosim ini mengasuh sekitar 10 ribu santri dari tingkat ibtidaiyah, tsanawiyah aliyah dan perguruan tinggi. Seperti yang telah diutarakan diatas, pondok dengan julukan ponpes entrepreneur ini ditopang oleh berbagai usaha. KH. Abdul Ghofur selaku pimpinan ponpes ini berpendapat bahwa kemandirian ekonomi ponpes harus diutamakan. Usaha-usaha itu meliputi pabrik pupuk fosfat yang memproduksi lebih dari 100 ton pupuk per hari, pembibitan tanaman kemiri sunan yang dimanfaatkan sebagai bahan bakar biodiesel serta produksi air minum dalam kemasan yang diberi nama Aidrat.
Salah satu perekonomian Ponpes Sunan Drajat yang terkenal adalah jamu mengkudu yang didapat dari ekstrak buah mengkudu. Usaha ini berawal dari sebuah penelitian yang membuktikan bahwa buah ini mengandung vitamin C yang besar dan dapat menurunkan kandungan zat yang berbahaya dalam paha ayam impor. Dalam produksinya, satu kuintal mengkudu bisa mengahasilkan 30 liter sari mengkudu dan semua proses itu dilakukan oleh para santri.
Dari sini kita bisa melihat bahwa Pesantren Sunan Drajat tidak hanya mendidik santrinya dalam hal pendidikan umum dan agama saja, tetapi juga menanamkan jiwa entrepreneur kepada santrinya. Hal ini dapat mengembangkan potensi kemandirian masyarakat sejak dini, hidup tanpa harus menjadi beban orang tua.
Pondok pesantren yang didirikan sejak tahun 1977 ini memiliki santri yang tidak hanya datang dari daerah Lamongan saja, namun banyak dari mereka yang berasal dari luar kota bahkan dari negara tetangga. Beragamnya daerah asal tentu beragam pula budaya dari para santri yang hidup mendalami ilmu di ponpes ini. Beragam budaya dari lapisan masyarakat yang hidup dalam satu rumpun dan suatu gedung pondok pesantren inilah menjadi sarana belajar para santri dalam mengenali rasa perbedaan. Kehidupan di pesantren lah yang mengajarkan budaya kebersamaan da terciptanya kerukunan. Selain itu, kedisiplinan juga dicerminkan dari para santri saat mereka harus mengikuti serangkaian kegiatan keagmaan di pondok pesantren. Mulai dari bangun jam 3 dini hari untuk melaksanakan sholat tahajjud, mengaji Al-Quran, kitab kuning dan kegiatan kepesantrenan lainnya.
Dari pengalaman para santri, kita bisa belajar untuk gigih dalam menuntut ilmu dan
terbukalah dengan orang-orang yang berasal dari daerah yang berbeda dengan suku dan budaya yang berbeda juga. Tidak ada kesuksesan yang diawali dengan kemalasan. KH. Abdul Ghofur senantiasa menunjukkan kepada santrinya agar bisa bertoleransi dengan umat agama lainnya. Pernah suatu ketika beliau diundang oleh Bupati dan tokoh agama Hindu dari luar sekaligus dan beliau dengan sangat terbuka dan memenuhi undangan tersebut tanpa mendiskriminasi agama lain. Sehingga dari sinilah nilai-nilai toleransi yang harus ditanamkan tidak hanya pada santri tetapi juga masyarakat Indonesia seutuhnya sesuai dengan nilai-nilai Pancasila yang ada di negara kita.
Dengan adanya study excursie yang diadakan di Kabupaten Lamongan oleh direktorat kemahasiswaan Univeritas Airlangga ini, direalisasikannya pembelajaran di luar kelas yang menuntut mahasiswa agar mengetahui secara langsung bagaimana realita kebhinnekaan dalam masyarakat Indonesia khususnya di Kabupaten Lamongan.
Hmm, akhirnya terjawab juga segala perasaan penasaranku selama ini (hehe, alay deh!). Semakin cinta saja dengan si Indonesia dengan masyarakatnya yang masih memiliki kesadaran menjunjung tinggi ideologinya yaitu Pancasila. Namun, aku yakin ini hanya segelintir contoh dari perilaku bangsa kita yang mau bertoleran dengan sesamanya :)
Dari sini kita bisa melihat bahwa Pesantren Sunan Drajat tidak hanya mendidik santrinya dalam hal pendidikan umum dan agama saja, tetapi juga menanamkan jiwa entrepreneur kepada santrinya. Hal ini dapat mengembangkan potensi kemandirian masyarakat sejak dini, hidup tanpa harus menjadi beban orang tua.
Pondok pesantren yang didirikan sejak tahun 1977 ini memiliki santri yang tidak hanya datang dari daerah Lamongan saja, namun banyak dari mereka yang berasal dari luar kota bahkan dari negara tetangga. Beragamnya daerah asal tentu beragam pula budaya dari para santri yang hidup mendalami ilmu di ponpes ini. Beragam budaya dari lapisan masyarakat yang hidup dalam satu rumpun dan suatu gedung pondok pesantren inilah menjadi sarana belajar para santri dalam mengenali rasa perbedaan. Kehidupan di pesantren lah yang mengajarkan budaya kebersamaan da terciptanya kerukunan. Selain itu, kedisiplinan juga dicerminkan dari para santri saat mereka harus mengikuti serangkaian kegiatan keagmaan di pondok pesantren. Mulai dari bangun jam 3 dini hari untuk melaksanakan sholat tahajjud, mengaji Al-Quran, kitab kuning dan kegiatan kepesantrenan lainnya.
Dari pengalaman para santri, kita bisa belajar untuk gigih dalam menuntut ilmu dan
terbukalah dengan orang-orang yang berasal dari daerah yang berbeda dengan suku dan budaya yang berbeda juga. Tidak ada kesuksesan yang diawali dengan kemalasan. KH. Abdul Ghofur senantiasa menunjukkan kepada santrinya agar bisa bertoleransi dengan umat agama lainnya. Pernah suatu ketika beliau diundang oleh Bupati dan tokoh agama Hindu dari luar sekaligus dan beliau dengan sangat terbuka dan memenuhi undangan tersebut tanpa mendiskriminasi agama lain. Sehingga dari sinilah nilai-nilai toleransi yang harus ditanamkan tidak hanya pada santri tetapi juga masyarakat Indonesia seutuhnya sesuai dengan nilai-nilai Pancasila yang ada di negara kita.
Dengan adanya study excursie yang diadakan di Kabupaten Lamongan oleh direktorat kemahasiswaan Univeritas Airlangga ini, direalisasikannya pembelajaran di luar kelas yang menuntut mahasiswa agar mengetahui secara langsung bagaimana realita kebhinnekaan dalam masyarakat Indonesia khususnya di Kabupaten Lamongan.
Hmm, akhirnya terjawab juga segala perasaan penasaranku selama ini (hehe, alay deh!). Semakin cinta saja dengan si Indonesia dengan masyarakatnya yang masih memiliki kesadaran menjunjung tinggi ideologinya yaitu Pancasila. Namun, aku yakin ini hanya segelintir contoh dari perilaku bangsa kita yang mau bertoleran dengan sesamanya :)













Seni lukis adalah salah satu cabang dari seni rupa . Dengan dasar pengertian yang sa...
Dia seorang anak Iran, yang dikaruniai Allah karunia terindah, kemampuan hafal dan memahami Al-Qur'an di usia yang sangat belia. Di usi...
0 comments:
Posting Komentar